Monday, December 16, 2013

Berbicara tentang seks memang tak akan ada habisnya. Meski berhubungan seks adalah aktivitas yang menyehatkan, Anda perlu mengetahui kapan waktu yang tepat dan sehat untuk melakukannya. Nah, saat Anda sedang menstruasi sebaiknya Anda dan pasang harus berpuasa untuk tidak melakukan hubungan seksual. Melakukan hubungan seks saat menstruasi dari segi agama memang dilarang, begitu pula dari segi medis, bisa berpeluang besar tertular penyakit kelamin lho.
Allah swt berfirman,”Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al BAqoroh : 222)
Ayat diatas telah menyebutkan bahwa haidh adalah kotoran yang keluar dari kemaluan perempuan dan diminta kepada para suami yang mendapati istrinya sedang dalam keadaan haidh untuk tidak menyetubuhinya hingga ia suci dari haidhnya.

Jumhur ulama berpendapat bahwa diharamkan bagi suami menyetubuhi (memasukkan penis kedalam vagina) istrinya yang sedang dalam keadaan haidh dan bersenang-senang dengan bagian tubuh yang ada diantara pusar dan lutut, sebagaimana firman Allah swt,
” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haidh.”
Dibolehkan bagi suami yang mendapati istrinya sedang dalam keadaan haidh untuk menikmati bagian tubuh yang ada diatas pusar. Dikarenakan jika ia bersenang-senang dengan bagian yang dibawah pusar maka hal itu sangat mungkin mendorong kepada terjadinya wath’u (masuknya penis kedalam vagina) dan ini diharamkan sebagaiman sabda Rasulullah saw,
”Maka barangsiapa yang mengitari daerah larangan maka dikhawatirkan ia akan jatuh kedalamnya.” (HR. Bukhori Muslim)
Adapun tentang kafarat jika terjadi wath’u yang dilakukan suami terhadap istrinya maka terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama :
1. Para ulama madzhab Maliki, Hanafi dan Syafi’i dalam pendapatnya yang baru adalah tidak ada kafarat namun diwajibkan baginya untuk istighfar dan bertaubat.

2. Para ulama Hambali, riwayat yang paling benar dari mereka, berpendapat wajib baginya membayar kafarat dia boleh memilih dengan membayar 1 dinar (seharga 3,25 gr emas, pen) atau ½ dinar. Kafarat ini tidak diwajibkan bagi yang memang tidak mempunyai sesuatu untuk membayarnya.

3. Para ulama madzhab Syafi’i berpendapat barangsiapa menggaulinya diawal keluarnya darah maka ia harus bersedekah dengan 1 dinar sedangkan baangsiapa yang menggaulinya diakhir keluarnya darah maka ia bersedekah dengan ½ dinar.
(al Fiqhul islami wa Adillatuhu juz I hal 627 – 630)

Memahami hal ini, selayaknya suami tidak perlu risau ketika istrinya haid. Dan jangan sekali-kali melakukan onani tanpa bantuan tubuh istri. Mengeluarkan mani dengan selain tubuh istri adalah perbuatan yang terlarang, sebagaimana firman Allah ketika menyebutkan kriteria orang mukmin yang beruntung
Orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Mukminun: 5 – 7)
Diantara sifat mukminin yang beruntung adalah orang yang selalu menjaga kemaluannya dan tidak menyalurkannya, selain kepada istri dan budak wanita. Artinya, selama suami menggunakan tubuh istri untuk mencapai klimaks syahwat, maka tidak dinilai tercela. Berbeda dengan “orang yang mencari selain itu”, baik berzina dengan wanita lain, atau menggunakan bantuan selain istri untuk mencapai klimaks (baca: onani), Allah sebut perbuatan orang ini sebagai tindakan melampaui batas.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments


HITSTAT

Total Pageviews

Popular Post

- Copyright © 2013 Catatan Harian Awanul Hamzah| Powered by Blogger