Rekan2
fillah, seperti yang sudah biasa kita saksikan dimana-mana, bahwa
menjelang bulan Ramadhan, kuburan dimana2 penuh orang, jalanan disekitar
kuburan macet karena penuhnya orang2 yang berziarah. Juga kita lihat
dijaman sekarang, saling sms untuk saling bermaaf2an. Atau
bersilaturahmi diantara mereka.
Biasanya mereka yang melakukan
hal2 tersebut diatas, selain karena sudah terbiasa dengan perkara
adat/urf, namun ternyata sebagian diantara mereka mendasarkan
perbuatannya pada hadits Maudhu'/palsu yang terjemahannya seperti ini :
"Ketika Rasullullah sedang berhotbah pada suatu Sholat Jum'at (dalam
bulan Sya'ban), beliau mengatakan Aamin sampai tiga kali, dan para
sahabat begitu mendengar Rasullullah mengatakan Aamin, terkejut dan
spontan mereka ikut mengatakan Aamin. Tapi para sahabat bingung, kenapa
Rasullullah berkata Aamin sampai tiga kali.
Ketika selesai
sholat Jum'at, para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian beliau
menjelaskan: "Ketika aku sedang berhotbah, datanglah Malaikat Zibril
dan berbisik, hai Rasullullah aamin-kan do'a ku ini,"
jawab Rasullullah Do'a Malaikat Zibril itu adalah sbb:
"Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki
bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut: Tidak memohon
maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada); Tidak
berma'afan terlebih dahulu antara suami istri; Tidak berma'afan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya. Maka Rasulullah pun mengatakan Aamin sebanyak 3 kali".
Maka lafazh hadits seperti tersebut di atas tidak terdapat dalam kitab2
hadits para ulama hadits. Hadits diatas adalah Maudlu/Palsu, dan hadits
ini tidak ada asal usulnya.
Memang dari Ramadhan ke Ramadhan
masalah ini sering sekali ditanyakan, dan hadits yang ditanyakan, bisa
didapatkan dalam kitab "Sifat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
yang ditulis oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaly dan Syaikh Ali Hasan
Abdul Hamid." Namun setelah diperhatikan dan di perbandingkan dengan
hadits palsu diatas, ternyata redaksi lafazh dan maksudnya jauh berbeda.
Adapun Hadits yang derajatnya Shahih dan semakna dengan riwayat al-Bazzar juga diriwayatkan oleh ulama ahlus Sunnan yang lain.
Dan untuk lebih jelasnya, makna hadits shahih tersebut adalah sebagai berikut :
عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم رقي المنبر فقال : آمين
آمين آمين فقيل له : يارسول الله ما كنت تصنع هذا ؟ ! فقال : قال لي جبريل :
أرغم الله أنف عبد أو بعد دخل رمضان فلم يغفر له فقلت : آمين ثم قال : رغم
أنف عبد أو بعد أدرك و الديه أو أحدهما لم يدخله الجنة فقلت : آمين ثم قال
: رغم أنف عبد أو بعد ذكرت عنده فلم يصل عليك فقلت : آمين قال الأعظمي :
إسناده جيد
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu juga,
(bahwasanya) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah naik mimbar
kemudian berkata : Amin, Amin, Amin" Ditanyakan kepadanya : "Ya
Rasulullah, engkau naik mimbar kemudian mengucapkan Amin, Amin, Amin?"
Beliau bersabda. "Sesungguhnya Jibril 'Alaihis salam datang kepadaku,
dia berkata : "Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan tapi tidak
diampuni dosanya maka akan masuk neraka dan akan Allah jauhkan dia,
katakan "Amin", maka akupun mengucapkan Amin...."
Hadits
tersebut di atas diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah 3/192 dan Ahmad 2/246
dan 254 dan Al-Baihaqi 4/204 dari jalan Abu Hurairah. Hadits ini shahih,
asalnya terdapat dalam Shahih Muslim 4/1978. Dalam bab ini banyak
hadits dari beberapa orang sahabat, lihatlah dalam Fadhailu Syahri
Ramadhan hal.25-34 karya Ibnu Syahin. [Disalin dari Sifat Puasa Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, hal. 27-28, Pustaka Al-Haura.]
Yang lebih lengkap lagi dari lafadz hadts shahih tersebut sebagaimana yg
termaktub dalam kitab,"Birrul Walidain" oleh Ustadz Yazid bin Abdul
Qadir Jawas, hal. 44-45 terbitan Darul Qalam.
"Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam naik ke atas mimbar kemudian berkata, "Amin, amin, amin". Para sahabat bertanya. "Kenapa engkau berkata 'Amin, amin, amin, Ya Rasulullah?"
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Telah datang malaikat
Jibril dan ia berkata : 'Hai Muhammad celaka seseorang yang jika disebut
nama engkau namun dia tidak bershalawat kepadamu dan katakanlah amin!'
maka kukatakan, 'Amin', kemudian Jibril berkata lagi, 'Celaka
seseorang yang masuk bulan Ramadhan tetapi keluar dari bulan Ramadhan
tidak diampuni dosanya oleh Allah dan katakanlah amin!', maka aku
berkata : 'Amin'. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata
lagi. 'Celaka seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah
seorang dari keduanya masih hidup tetapi justru tidak memasukkan dia ke
surga dan katakanlah amin!' maka kukatakan, 'Amin".
[Hadits
SHAHIH Riwayat Bazzar dalam Majma'uz Zawaid 10/1675-166, Hakim 4/153
dishahihkannya dan disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi dari Ka'ab bin
Ujrah,diriwayatkan juga oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 644
(Shahih Al-Adabul Mufrad No. 500 dari Jabir bin Abdillah)]
Dengan demikian, hadist shahih diatas tidak ada hubungan dengan keharusan bermaafan sebelum puasa Ramadhan.
Memaafkan merupakan ciri utama orang beriman yang sedang menuju taqwa.
Meminta maaf adalah perilaku terbaik seseorang yang pernah bersalah
untuk menuju taubatan nasuha. Meminta maaf dan memaafkan seseorang dapat
dilakukan kapan saja, dan tidak ada tuntunan syari'at harus dikumpulkan
dulu dan menunggu sampai menjelang bulan Ramadhan. Akan tetapi
mengambil momen suatu waktu untuk bermaafan, maka ini diperbolehkan.
Demikiain pula jika ini hanya berkenaan dengan masalah adat semata,
tidak dikaitkan keyakinan2 tertentu atau tidak di maksudkan untuk
mengamalkan hadits palsu diatas, maka hal ini dibolehkan (perkataan
Syaikh Utsaimin rahimahullah) , karena boleh jadi, itulah waktu
terbaik/tercepat bagi kita sekarang sebelum mati menjemput.
Didalam masalah ini memang kerap terjadi simpang siur dalam memahami
duduk persoalan, karena itu mari kita runut pointnya secara jelas agar
tidak ada syubhat dan fitnah yang terlontar kemana-mana. diantaranya :
1. Meminta maaf itu perkara yg indah dan baik dalam agama, tidak boleh
ada yg mngatakan jelek. disebut baik adalah karena ia mempunyai dalil.
perhatikan dalilnya.
من كانت له مظلمة لأخيه من عرضه أو شيء
فليتحلله منه اليوم قبل أن لا يكون دينار ولا درهم إن كان له عمل صالح أخذ
منه بقدر مظلمته وإن لم تكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه
“Orang yang pernah menzhalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari
ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya,
sebelum datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika
orang tersebut memiliki amal shalih, amalnya tersebut akan dikurangi
untuk melunasi kezhalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal shalih,
maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zhalimi” (HR.
Bukhari no.2449)
2. Dari dalil tersebut, jelas pula bahwa
permintaan maaf dilakukan terutama bila kita mengetahui ADA KEZALIMAN
yang pernah kita perbuat. Akan tetapi para ulama juga membolehkan bila
kita meminta maaf pada seorang yang kita kenal karena kuatir ada hal-hal
yang membuat dia tersakiti tapi kita tidak menyadarinya. Ini berlaku
hanya untuk orang yang kita kenal loh!. Sebab adalah perkara yang kurang
waras meminta maaf kepada orang tidak kita kenal (sebagaimana tradisi
diseputar Ramadhan).
3. Jadi jika meminta maaf karena ada
alasan yang jelas, ini prkara yang ahsan. Lalu bagaimana jika ini
diletakkan selalu sebelum maupun sesudah Ramadhan?. Nah! inipun tetap
ada perinciannya.
3.1 Jika meminta maaf ini dilakukan berdasar
hadist bo'ong2an yang bunyi lafazhnya seperti hadits ini (pengulangan
dari hadits diatas dalam artikel ini) :
"Ketika Rasullullah
sedang berkhutbah pada Shalat Jum’at (dalam bulan Sya’ban), beliau
mengatakan Amin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu mendengar
Rasullullah mengatakan Amin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan
Amin. Tapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata Amin sampai
tiga kali. Ketika selesai shalat Jum’at, para sahabat bertanya kepada
Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: “ketika aku sedang berkhutbah,
datanglah Malaikat Jibril dan berbisik, hai Rasullullah Amin-kan do’a
ku ini,” jawab Rasullullah. Do’a Malaikat Jibril itu adalah: “Ya
Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki
bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:
1) Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada); 2) Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri; 3) Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.
maka inilah KESALAHAN FATAL yg dimaksud. Sebab, mendasarkan dan
mempercayai suatu amal kepada hadist palsu akan menciptakan syari'at
palsu.., lalu apa sebutan Nabi terhadap syariat palsu? Silahkan dijawab
sendiri.
3.2 Jika meminta maaf karena memang kita baru tersadar
akan kesalahan menjelang atau setelah Ramadhan, maka -meminta maaf- ini
tidak mengapa. Bahkan bila kita baru menyadari dekatnya kematian,
momennya kebetulan juga pas Ramadhan, maka tidak mngapa kita meminta
maaf pada orang yang pernah kita zalimi.
3.3 Jika kita meminta
maaf karena ikut-ikutan saja, dan bukan karena mau mengamalkan hadist
maudhu diatas, maka ini menyelisihi prinsip para salaf dimana mereka
tidak beramal dan berkata kecuali dengan ilmu. Padahal berilmu itu
adalah sebelum berkata dan beramal.
3.4 Jika kita meminta maaf
menjelang Ramadhan karena menganggap ini adat, maka ketahuilah; sesuatu
yg mulanya bukan syariat –baik itu adat, ceremony, dsb- tapi jika
diikatkan kepada suatu syariat (di-muqoyaad-kan) maka jadilah ia bagian
dari syariat. Misal ucapan "shadaqallohul adziim" ketika selesai membaca
Qur'an. Maka ini adalah kalimat yg haq, akan tetapi jika dianggap
menjadi penutup tilawah yang disunnahkan, maka ini adalah tambahan yang
tidak pernah dikenal oleh para salaf. (Itupun kalau dianggap adat,
padahal perlu dibedakan antara adat dengan syariat, adat itu tidak ada
didalamnya kepercayaan/keyakinan tentang pahala dan dosa, misal bentuk
rumah adat, bentuk masakan adat dsb)
Nah! Jadi intinya dilihat
dulu alasan yang melatar belakangi kita meminta maaf, dan yang benar,
adalah kita meminta maaf bukan karena menjelang Ramadhan-nya, tapi
karena memang kita berbuat salah.
Kesimpulannya; meminta maaf itu dilatar belakangi “kesalahan” bukan dilatar belakangi “waktu”. Inilah yg diajarkan syariat.
Tentunya dengan tulus ikhlas, tidak hanya sekedar basa-basi, seremonial
atau gengsi saja. Marilah gunakan waktu hidup yang pendek ini dengan
sebaik-baiknya. Untuk lebih lengkapnya silahkan merujuk kepada kitab-kitab yang telah di terjemahkan ke bahasa Indonesia yg dimaksud diatas.
Demikian, semoga bermanfa'at. kurang lebihnya mohon ma'af. Wallaahu a'lamu bish shawab